THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 17 Juni 2009

"BLACK BOX" BUKTIKAN KASUS LUMPUR AKIBAT PENGEBORAN

Surabaya ( Berita ) : Kotak hitam atau “Black Box” yang berisi rekaman proses pengeboran dari detik ke detik saat lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas meluap, membuktikan kasus lumpur diakibatkan masalah pengeboran.

“Polda Jatim sebenarnya sudah memegang semacam ‘black box’ kasus lumpur Lapindo,” kata anggota tim pendukung Uji Materiil Perpres 14/2007, Dr Tjuk K Sukiadi, dalam konferensi pers hasil eksaminasi putusan hukum kasus lumpur, di Surabaya, Kamis [28/05].

Menurut ekonom dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, “black box” lumpur Lapindo itu akhirnya ‘dibaca’ geolog ITB Dr Rudi Rubiandini yang menyimpulkan kasus lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas itu merupakan akibat pengeboran.

“Karena diakibatkan proses pengeboran, maka pak Rudi Rubiandini menilai lumpur itu dapat dihentikan, bahkan dia sudah mempraktikkan upaya penghentian lumpur itu di sumur Lengowangi II di Bojonegoro dan ternyata berhasil,” katanya.

Ia menegaskan bahwa kesimpulan Dr Rudi Rubiandini tentang faktor pengeboran sebagai penyebab lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas itu sesuai dengan hasil konferensi ahli pengeboran dunia tentang lumpur itu di Cape Town, Afrika Selatan.

“Saat itu, peserta konferensi sempat melakukan voting yang tidak biasa dengan hasil 42 peserta menilai penyebab lumpur Lapindo adalah human error (akibat pengeboran), sedangkan tiga peserta menilai penyebabnya adalah bencana alam (gempa),” katanya.

Tiga peserta yang menilai penyebabnya adalah bencana alam dan dua peserta yang menilai penyebabnya adalah “human error” merupakan orang Indonesia dari aktivis lingkungan dan PT Lapindo Brantas, sehingga bila tanpa orang Indonesia, maka 100 persen (40 orang) ahli pengeboran dunia meyakini pengeboran sebagai penyebab.

“Kalau penyebabnya adalah pengeboran, maka PT Lapindo Brantas wajib memberi ganti rugi semuanya, bukan justru jual beli tanah dan hanya mau di kawasan luapan lumpur, sedangkan di luar peta terdampak dibebankan kepada pemerintah. Itu nggak benar,” katanya.

Secara terpisah, kuasa hukum PT Lapindo Brantas, Trimoelja D Soerjadi, menyatakan masalah “black box” itu tidak perlu diperdebatkan, karena isi “black box” itu juga masih menjadi perdebatan di kalangan ahli.

“Karena itu, saya membenarkan tindakan kejaksaan (Kejati Jatim) yang tidak segera memproses pidana yang ada, karena bila ada pertimbangan hukum yang ragu-ragu tapi langsung diajukan ke pengadilan justru dapat membuat tersangka bebas,” katanya.

Dalam konferensi pers tentang hasil eksaminasi putusan hukum kasus lumpur itu, Lembaga Bantuan Hukum bagi Korban Lumpur (LBH-KL) menilai pemerintah melakukan pelanggaran yuridis dalam kasus lumpur itu, karena banyak kesepakatan korban dan PT Lapindo yang difasilitasi pemerintah justru pelanggaran yang terjadi diabaikan pemerintah. (ant )

Comments are closed.

0 komentar: