Hari sudah menjelang senja saat saya dan pak Muchtar memasuki halaman depan rumah makan miliknya mbak Sri. Pesanan beberapa bungkus nasi lalap akan ambil di rumah makan itu. Saya segera masuk dan menanyakan kesiapannya. Ternyata masih dalam proses pembungkusan. Sambil menunggu, saya ngobrol dengan pak Muchtar di halaman depan. Teman kerja saya itu bercerita tentang menantunya yang bekerja sebagai rigman di lapangan migas Sembakung. Tapi si menantu kemudian ingin pindah ke RIG Oil Well 700 yang saat ini akan beroperasi di Bunyu. Mungkin agar bisa lebih sering berkumpul dengan istri dan anak-anak. Sambil ngobrol saya menyempatkan diri untuk mengambil gambar unit RIG yang kebetulan sedang beroperasi tidak jauh dari rumah makan. Cepret… Nah itu gambarnya.
Menurut beberapa catatan yang ada, lapangan minyak dan gas di Pulau Bunyu sudah diketemukan pada awal abad ke-20. Tepatnya pada tahun 1902. Tidak ada catatan yang mencantumkan tanggal dan bulan. Pasti orang-orang waktu itu lupa mencatatnya atau kebetulan lupa membawa kalender. Wekeke…. Survey lapangan ini dilakukan oleh Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM). 20 tahun kemudian usaha-usaha untuk mengeksplorasi minyak dan gas di Pulau Bunyu dilanjutkan oleh perusahaan Nederlanche Indische Aardolie Maatchapij (NIAM). Perusahaan ini merupakan perusahaan kerjasama antara Baataafsce Petroleum Maatchapij (BPM) dengan kerajaan Belanda.
Pada masa itu suasana di Pulau Bunyu masih sangat sepi. Sekarang saja sepi, apalagi jaman dulu. Itu jika dibandingkan dengan suasana di kota Jakarta. Hehehe.... Kembali ke cerita eksplorasi migas di Pulau Bunyu. Nah..., pada tahun 1951, sumur pengeboran dengan kode B-17 sudah selesai dibangun dan menjadi sumur pertama di Pulau Bunyu yang memproduksi minyak dan gas. Ini masih dikerjakan oleh perusahaan NIAM itu. Dan pada tahun 1959, NIAM diubah namanya menjadi PT. PERMINDO yang kemudian dilikuidasi oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh pemerintah RI, nama perusahaan itu diubah lagi menjadi PN. PERMINA. Pada tahun 1971, nama PN. PERMINA berubah menjadi PERTAMINA. Gitu ceritanya.
Tidak lama setelah acara ubah-mengubah nama perusahaan itu, kandungan migas juga ditemukan oleh perusahaan ARII di lapangan Sembakung dan Bangkudulis. Dan pada tahun 1984 kedua lapangan migas tersebut diserahkan kepada PERTAMINA. Hingga kini produksi crude oil (minyak mentah) dari lapangan tersebut diangkut dan ditampung di tangki-tangki besar penampungan di unit Terminal Pertamina Field Bunyu. Secara periodik produksi crude oil dari Bunyu dan lapangan Sembakung diangkut oleh tanker menuju unit pengolahan di Balikpapan.
Disamping industri eksplorasi minyak dan gas, Pulau Bunyu juga memiliki pabrik yang memproduksi methanol. Pabrik ini didirikan setelah diketahu bahwa dikawasan Pulau Bunyu banyak memiliki cadangan gas alam. Sehingga pemerintah RI membangun kilang methanol di pulau kecil ini pada tahun 1981. Pembangunannya dapat diselesaikan pada tahun 1986. Pada awal berdirinya, kilang methanol di Pulau Bunyu ini memiliki kapasitas produksi 1.000 ton per hari. Lalu seiring dengan perjalanan waktu, produksinya pun menjadi makin menurun. Dan pada tahun 1997, kilang methanol ini disewakan oleh Pertamina kepada PT. Medco Energy. Hingga sekarang Kilang Methanol Bunyu masih dioperasikan oleh anak perusahaan PT. Medco Energy yang bernama PT. Medco Methanol Bunyu.
Selasa, 09 Juni 2009
Sejarah migas di pulau Bunyu
Diposting oleh migasnet04_sholeh779 di 23.40
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
nice
Posting Komentar